KEPULAUAN MERANTI, Media Mata Lensa.Com – Ada sekitar 60 Han lebih kilang industri sagu di Kabupaten Kepulauan Meranti yang belum memenuhi standar mengelola limbahnya,perusahaan industri sagu yang beroperasi belum menggunakan sistim tentang mengendalikan mengolah limbah yaitu IPAL yang sebagaimana diatur dalam undang-undang RI no.32 tahun 2009 tentang lingkungan hidup,Sehingga Terus Menjadi Sorotan dan Pejabat Yang Berwenang Terkesan Tak Berdaya.
Yang sebagaimana pantauan Wartawan Media Mata Lensa.com pekan lalu dilokasi industri kilang sagu didusun pesuntai desa kundur kecamatan Tebing Tinggi Barat terlihat limbah industri kilang sagu tersebut mengalir kesungai,dan terlihat kadar dan warna air sungai merah.
Dalam kondisi dan akibat pengusaha industri kilang sagu tersebut mengalirkan limbah industrinya langsung kesungai terjadi dampak pencemaran terhadap lingkungan hal itu dikeluhkan oleh sejumlah nelayan setempat,menurut mereka telah terjadi kepunahan pada biota air sungai/laut yaitu ikan dan sejenisnya dan menurut mereka jika air laut surut warna air sungai terlihat hitam pekat,Mereka berharap kepada pihak yang berwenang untuk melakukan upaya tindakan terhadap pengusaha industeri kilang sagu yang tidak patuh terhadap aturan,supaya mengelola limbah industrinya tidak dialirkan langsung kesungai,harapnya.
Secara garis besar undang- undang nomor 32 tahun 2009,berisikan sistimatis dan terpadu untuk melestarikan lingkungan serta sebagai upaya pencegahan terjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup.
Sementara sanksi bagi pelaku pencemaran lingkungan ternyata hukumannya tidak main-main Pelaku jika terbukti bersalah dapat diganjar hukuman penjara paling lama tiga tahun dan denda paling tinggi Rp.3 miliar.
Pencemaran lingkungan hidup menurut pasal 1 angka 14 Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (UU PPLH) adalah masuk atau atau dimasukkannya makhluk hidup,zat,energi,dan/atau komponen lain kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
Pada dasarnya setiap orang yang melakukan pencemaran atau merusak lingkungan wajib melakukan menanggulangan pencemaran kerusakan serta melakukan pemulihan lingkungan hidup.
Penanggulangan pencemaran kerusakan lingkungan dilakukan dengan pemberian informasi peringatan pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup kepada masyarakat pengisolasian pencemaran kerusakan lingkungan hidup sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,papar Ketua Forum Pembaruan Kebangsaan (FPK) Kabupaten Kepulauan Meranti,Zaini Mahadun.
Wartawan Media Mata Lensa.com, yang melakukan Reportase dilapangan pada pekan lalu,melihat warna air sungai pesuntai yang dialiri limbah industeri sagu tersebut berwarna merah dan tercium aroma tidak sedap bau busuk hal itu
Diduga adanya pencemaran linggungan dari limbah industeri sagu tersebut,yang berdampak telah merusak ekosistem alam.
Untuk keseimbangan informasi,Wartawan Media Mata Lensa.com pada 31 Januari 2024 lalu, mencoba melakukan konfirmasi kepada Kabid Dinas Lingkungan hidup Kabupaten Kepulauan Meranti jalan pembangunan 1 Selatpanjang,Dewi selaku Kabid lingkungan hidup menjelaskan terkait tentang limbah industeri sagu yang selalu manjadi sorotan masyarakat,pihaknya telah melayangkan surat berupa teguran pembinaan kepada pengusaha sagu tersebut,agar pengolahan limbah industerinya menjaga ekosistem alam yang berdampak rusaknya lingkungan hidup.
Dewi juga mengaku terhadap kewenangannya,yang sangat terbatas sebab wewenang penuhnya tentang dinas lingkungan hidup kewenangannya ada pada Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Riau,Meranti hanya sebagai Kepala Bidang kewenangan penuhnya ada didinas lingkungan hidup Provinsi,kami ini sarananya cukup terbatas,ucap Dewi,yang terkesan tidak berdaya.
Laporan : Abu Syofyan
Iditor : M.Khosir AMN