Mantan Komisioner Bawaslu Minta Penyelenggara Pemilu di Metro Taat Aturan

Bagikan Berita ini

METRO,mediamatalensa.com  – Kasus pidana Pilkada Metro yang menyeret Calon Wakil Wali Kota Metro nomor urut 02, Qomaru Zaman kini masih meninggalkan residu. Setelah, Hakim Pengadilan Negeri (PN) Metro memutuskan bersalah namun diduga tidak ditindaklanjuti sesuai peraturan perundang-undangan oleh Bawaslu.

Akibatnya, perkara itupun menjadi sorotan publik terkait dugaan keberpihakan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Hal tersebut ditanggapi Mantan Komisioner Bawaslu Kota Bandarlampung periode 2018-2023, Yahnu Wiguno Sanyoto.

Yahnu berpendapat bahwa apabila semua pihak taat aturan main Pemilihan tentu saja hal seperti saat ini tidak perlu terjadi. Ia kemudian mencermati bahwa situasi yang terjadi saat ini, tidak terlepas dari dugaan ketidaktaatan dalam hal profesionalisme dan integritas Bawaslu Kota Metro dalam menangani dugaan pelanggaran.

Yang sesuai dengan tata cara, prosedur, dan mekanisme penanganan pelanggaran Pemilihan sebagaimana diatur di dalam Perbawaslu 8 Tahun 2020 junto Perbawaslu Nomor 9 Tahun 2024 Tentang Penanganan Pelanggaran Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.

Kejadian atau peristiwa yang telah mendapatkan vonis Pengadilan Negeri Metro terhadap Calon Wakil Walikota Qomaru Zaman yang disebabkan melakukan pelanggaran Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Pasal 71 ayat (3).

“Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih,” jelasnya kepada awak media, Selasa (19/11/2024).

Dirinya menjelaskan sejumlah sanksi pelanggaran yang telah diatur dalam pasal 188. Pasal tersebut berbunyi setiap pejabat negara, pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain atau Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).

Mengingat yang bersangkutan adalah seorang Petahana, Yahnu menyebut seharusnya Bawaslu Kota Metro sejak awal tidak hanya meneruskan dugaan pelanggaran Tindak Pidana Pemilihannya kepada Kepolisian saja. Akan tetapi, meneruskan dugaan pelanggaran administrasinya kepada KPU Kota Metro, mengingat dalam Pasal 71 ayat (5).

“Dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten atau Kota,” bebernya.

“Setidaknya, dalam peristiwa ini, Bawaslu Kota Metro, jika memang sesuai dengan tata cara, prosedur, dan mekanisme penanganan pelanggaran Pemilihan dalam hal tindak lanjut dugaan pelanggaran administrasi, memberikan rekomendasi kepada KPU Kota Metro untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 71 ayat 5,” imbuhnya.

“Selanjutnya, biarlah KPU Kota Metro menindaklanjuti rekomendasi tersebut. Berdasarkan ketentuan yang sama, Pasal 140, KPU Kota Metro memiliki waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak rekomendasi diterima untuk memeriksa dan memutus pelanggaran administrasi dimaksud,” tambahnya.

Ia juga menjelaskan bahwa KPU perlu didorong untuk menindaklanjuti putusan PN Metro. Hal itu penting dilakukan karena KPU memiliki alasan yang sangat mendasar.

“Mengingat dalam PKPU Nomor 8 Tahun 2024 Tentang Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Pasal 126 ayat (1) yang berisi Calon perseorangan dan/atau Partai Politik Peserta Pemilu atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu dapat melakukan penggantian pada tahapan pendaftaran Pasangan Calon dalam hal, pertama berhalangan tetap. Kedua, dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan ketiga dinyatakan tidak memenuhi syarat kesehatan,” paparnya.

Selanjutnya, dalam ketentuan yang sama, Pasal 126 ayat (3) dinyatakan bahwa Calon yang berhalangan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat mengajukan calon pengganti paling lama 3 (tiga) hari sejak pemberitahuan hasil penelitian persyaratan administrasi oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota diterima.

PKPU Nomor 8 Tahun 2024 Tentang Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Pasal 126 ayat (5) juga memperkuat untuk dilakukannya pembatalan. Adapun Pasal 126 ayat (5) menyatakan Dalam hal tidak diajukan penggantian calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), calon yang tidak berhalangan tetap, tidak dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, atau dinyatakan memenuhi syarat kesehatan, dinyatakan gugur dan tidak dapat mengikuti Pemilihan.

“Ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur di dalam PKPU Nomor 8 Tahun 2024 Tentang Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota berkesesuaian dengan ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur di dalam PKPU Nomor 17 Tahun 2024 Tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Pasal 15 ayat (5) sampai dengan ayat (14),” tuturnya.

Hal ini menurut Yahnu, semakin memperkuat KPU Kota Metro untuk melakukan pembatalan terhadap Pasangan Calon sekalipun dalam hal ini hanya Calon Wakil Walikotanya saja yang ditetapkan sebagai terpidana mengingat saat ini sudah kurang dari 30 hari sebelum pemungutan suara dan tidak ada pengusulan calon pengganti dari Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu.

“Apabila Ketua dan Anggota KPU Kota Metro tidak menindaklanjuti PKPU-nya sendiri maka sudah dapat diduga mereka melanggar kode etik Penyelenggara Pemilu sebagaimana diatur di dalam Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Kode Etik dan Pedoman Penyelenggara Pemilihan Umum, sedangkan sanksi pidananya diatur di dalam Undang-Undang Pemilihan Pasal 198,” uraiannya.

“Ketua dan anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang tidak melaksanakan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 150 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah),” pungkasnya. (Tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *